Ahmad Yani dilahirkan di daerah Jenar Purworejo, 19 Juni 1922. Ia hanya sempat mengenyam pendidikan kelas 2 AMS (Sekolah Menengah Atas) untuk seterusnya berkiprah dalam dunia militer. la pernah mengikuti pendidikan pada Dinas Topografi Militer di Malang dan Bogor pada Zaman pemerintah Kolonial Belanda. Ketika Jepang menduduki Indonesia, ia mengikuti pendidikan Heiho (Pembantu Prajurit Jepang) di Magelang Bekal pelatihan militer Belanda dan Jepang itu sangat berguna baginya untuk melawan dan melucuti persenjataan Nakamura Butal setelah melakukan pertempuran 7 hari di Magelang pada awal kemerdekaan Indonesia
Karier militer Ahmad Yani terus menanjak Berbagai tugas mengamankan negara dan rongrongan berbagai pihak berhasil ia tuntaskar dengan baik la berperan aktif memadamkan pemberontakan Partai Komunis Indonesia (PKI) yang melancarkan pemberontakarinya di Madiun tahun 1948 Berselang sekitar 3 bulan kemudian. Belanda melancarkan Agresi II, 19 Desember 1948, ia dipercaya sebagai Komandan Wehrkreise untuk daerah Kedu. Ketika berpangkat kolonel, ia ditunjuk selaku Komandan Operasi 17 Agustus dengan tugas khusus mengamankan daerah Sumatera Barat dari pemberontakan Pemerintah Revolusioner Republik Indonesia (PRRI) tahun 1958 la juga aktif dalam penumpasan pemberontakan Darul Islam/Tentara Islam Indonesia (DI/TII) di daerah Jawa Tengah. Bakat dan kemampuannya yang menonjol membuatnya ditarik menjadi Staf Angkatan Darat la mendapat tugas untuk belajar pada Command And General Staff College, Amerika Serikat. Tahun 1962 ia menyelesaikan pendidikan militer nya tersebut.
Keberhasilan-keberhasilan yang ditunjukkannya dalam mengemban tugas negara membuatnya diangkat menjadi Kepala Staf Angkatan Darat (KSAD). Namun dipuncak karirnya itu, ia menjadi korban keganasan Gerakan 30 September. Pada tanggal 30 September 1965 la dijemput dan diberondong senjata secara membabi buta di depan rumahnya Ahmad Yani gugur selaku kusuma bangsa dengan mempersembahkan jiwa raganya untuk Ibu Pertiwi yang tercinta. Seperti korban-korban penculikan lainnya, jenazahnya dimasukkan ke dalam sumur tua yang terletak di daerah Lubang Buaya, Jakarta Timur Lima hari kemudian jenazah Letnan Jenderal Ahmad Yani dimakamkan kembali di Taman Makam Pahlawan Kalibata Jakarta, dengan upacara kebesaran militer.
Pemerintah Indonesia mengangkat Ahmad Yani menjadi Pahlawan Revolusi pada tanggal 5 Oktober 1965 setelah sebelumnya menaikkan pangkatnya satu tingkat menjadi Jenderal Anumerta.