Di dalam berusaha meraih keinginannya, manusia bisa menempuh berbagai cara.
Tapi ada batas-batas yang sebaiknya diperhatikan dan tidak dilanggar.
Manusia mempunyai keinginan itu hal yang wajar dan manusiawi tapi tidak
berarti bisa ‘menabrak’ apapun yang ada asal tujuannya tercapai. Apapun
keinginan sebaiknya dilakukan dengan cara yang masih terkendali, tidak
melanggar hukum dan tidak mencederai orang-orang yang tidak bersalah.
Jadi salah satu batas yang harus diperhatikan adalah hukum dan tidak
mencederai orang lain yang tidak bersalah. Apapun yang dilakukan selama itu
tidak dilanggar tidak akan menjadi masalah. Tapi kalau tidak terkendali dan
kedua hal di atas dilanggar itu akan menimbulkan kerusakan di dalam
kehidupan. Dan kalau semua orang melakukan itu, kehidupan manusia secara
keseluruhan menjadi tidak karuan seperti tidak ada lagi hukum.
Kami berikan contoh yang umum terjadi..
Untuk mengelak dari kesalahan dan keinginan yang terlalu kuat untuk
dianggap benar kemudian orang menyebar “Hasud”. Fakta tidak benar tentang
orang-orang tertentu yang itu membuat orang-orang yang sebenarnya tidak
bersalah menjadi dianggap bersalah dan terhukum oleh hasud tersebut. Hasud
seperti bola api yang menggelinding dan merusak apapun yang dilewatinya.
Orang yang termakan hasud kemungkinan besar jadi bermusuhan dengan pihak
korban, dan pihak yang menjadi korban terkena penghakiman orang-orang yang
terkena hasud. Karena orang yang termakan hasud melihat korban seperti apa
yang menjadi hasud tersebut dan besar kemungkinan berusaha memusuhi dan
‘menghukum’ korban sesuai dengan isi dari hasud.
Kita ambil sebuah contoh, si Z mengatakan pada penduduk kampung bahwa si K
telah mendzalimi dirinya, menganiaya dan memperlakukannya secara
semena-mena. Kita berhenti sejenak disini..
Coba siapapun orang di dekat anda yang tidak anda kenal anda minta untuk
berhenti sebentar untuk menjawab pertanyaan anda. Tanyakan ke orang itu :
Apa yang ada di benak anda kalau saya bilang ada orang yang telah berbuat
Dzalim, aniaya dan semena-mena?
Apapun jawaban orang itu pasti itu menggambarkan perbuatan yang buruk.
Dan seperti itulah konotasi orang umum tentang perbuatan tersebut dan
itulah yang akan ada di benak orang yang mendengarkan hasud. Sekarang bisa
anda bayangkan apa yang ada di benak para penduduk atau pihak-pihak yang
sudah dihasut tentang pihak yang menjadi korban hasud. Si korban tidak
melakukan seperti apa yang ada di dalam hasud tapi terhukum oleh
penghakiman orang-orang yang termakan hasud. Kerusakan yang ditimbulkan
bisa menjadi besar sekali dan melebar kemana-mana. Pertama itu menimbulkan
keresahan dan kegaduhan. Ada pihak-pihak yang begitu saja termakan hasud
tapi mungkin ada beberapa yang masih menahan kesimpulan. Baik yang percaya
dan yang masih menahan kesimpulan kemudian mencoba mencari tahu kebenaran
berita tersebut ke pihak yang terkena hasud. Pihak yang masih menahan
kesimpulan mungkin bisa lebih sabar. Tapi pihak yang sudah terlanjur
meyakini hasud mungkin tidak mau menerima penjelasan apapun dan tetap
menganggap korban seperti apa yang menjadi isi hasud. Akhirnya disitu bisa
terjadi keributan dan kegaduhan. Dari sisi yang terkena hasud juga bisa
menjadi tersulut emosinya karena kalau baginya itu tidak benar dan bahkan
yang sebenarnya terjadi kebalikan dari itu. Karena kecewa dan emosi waktu
baru mendengar bahkan sempat mengatakan hal-hal seperti : Memangnya saya
orang tidak waras sampai melakukan hal-hal seperti itu?
Kalau hal ini terjadi pada orang umum yang pikirannya pendek, hatinya
sempit dan mudah tersulut emosi, kejadian seperti ini sudah bisa
menimbulkan konflik besar, keributan dan adu fisik. Tapi kalau terjadi pada
orang yang sabar dan lapang dada mungkin orang tersebut masih bisa menahan
diri, berfikir jernih dan menempuh langkah yang lebih baik untuk
menyelesaikannya.
Hasud sudah membuat orang-orang yang termakan hasud berdosa karena berfikir
buruk dan menganggap buruk orang yang terkena hasud. Dan pihak korban
menjadi terhukum oleh penghakiman orang-orang yang terkena hasud.
Bahkan ada beberapa orang yang melakukan hasud sampai tahap yang jauh dalam
arti pantang menyerah. Yang menjadi korban tidak hanya pihak yang secara
langsung terkena hasud tapi juga siapa saja yang tidak mau percaya dengan
hasud nya dan tidak mau sejalan dengan dirinya. Kalau percaya dengan hasud
= teman, kalau tidak percaya dengan hasud = lawan. Jadi situasinya tambah
tidak karuan apalagi disaat orang-orang yang percaya dengan hasud dihasut
lagi supaya ikut melawan orang-orang yang tidak percaya dengan hasud. Ini
situasinya menjadi tidak karuan karena motivasinya menyebar permusuhan.
Mempengaruhi orang-orang yang termakan hasud supaya membenci korban dan
orang-orang yang tidak termakan hasud. Sekali lagi kalu hal ini dialami
oleh orang-orang yang pikirannya pendek dan hatinya sempit bisa menjadi
konflik besar dan berkepanjangan. Sampai kapanpun juga tidak akan selesai
kalau pihak yang salah tetap saja merasa benar. Tapi kalau hal ini terjadi
pada orang-orang yang setidaknya masih ada iman dan rem di dalam dirinya,
masih bisa menahan diri dan menganggap itu sebagai ujian. Selebihnya
melihat hal-hal apa yang perlu dilakukan sesuai dengan mekanisme yang ada.
Bisa anda lihat kerusakan yang timbul dari hal ini menjadi besar dan
meluas. Jadi ini seharusnya adalah perbuatan yang harus dihindari dengan
harga berapapun, bukan dilakukan dengan harga berapapun.
Dari situlah pointnya entah apapun keinginan kita tapi jangan sampai melakukan
hal yang tidak terkendali, melanggar hukum dan mencederai orang-orang yang
tidak bersalah. Kalau tidak terkendali akan menimbulkan kerusakan. Contoh
lain misal ada orang yang kesal dengan orang dan emosi lalu tiba-tiba
langsung memukul dengan begitu saja. Kalau itu dilakukan sudah masuk ke
ranah pidana terlepas siapapun yang salah. Atau karena ngotot ingin
menjatuhkan orang kemudian meminta bantuan dukun. Atau setiap ada masalah
dan konflik kecenderungan dan nalurinya melakukan hal-hal yang menjurus
pada tindakan kriminal.
Remnya keinginan itu iman, kadar keimanan seseorang yang akan menentukan
seberapa jauh orang berusaha mendapatkan keinginannya. Apakah orang
wajar-wajar saja dalam berusaha meraih keinginan atau sampai berbuat jauh
seperti contoh-contoh yang disebutkan di atas tergantung kadar keimanannya.
Agama bukan cuma soal upacara-upacara tapi juga memahami maknanya. Dan
salah satu fungsi agama seharusnya bisa menjadi rem bagi kita untuk tidak
melakukan hal-hal yang tidak terkendali dan terlalu jauh untuk meraih
keinginan.