Kisah Tentang Amal-Amal Yang Dapat Melebur Dosa



Abu Bakar Memeluk Matahari dan Rembulan

Diceritakan dalam satu riwayat, bahwa Abu Bakar adalah seorang pedagan masa masa Jahiliyah. Hal yang melatar belakang akan keislamannya ialah, ketika ia berada di negeri Syam (Syiria) ia bermimpi, bahwa matahari dan rembulan berada dalam pangkuannya. Lalu ia merengkuh dan memegangnya, dia menempelkan pada dadanya dan menjadikannya sebagai selendang baginya.

Ketika Abu Bakar terbangun dari tidurnya, dia pergi kepada seorang pendeta Nasrani, untuk menanyakan perihal mimpi yang dialaminya itu. Setelah dia datang di hadapan sang pendeta, dia menceritakan peristiwa yang dialami dalam mimpinya, dan meminta penjelasan mengenai takbirnya. Sang pendeta bertanya : “Dari mana Anda ?”. “Dari Mekkah” jawab Abu Bakar singkat. “dari kabilah apa ?”. tanya sang pendeta lagi. “Dari kabilah Taim”. Jawab Abu Bakar. Pendeta bertanya lagi : “Apa pekerjaan anda ?” Abu Bakar menjawab : “Berdagang”.

Lalu sang pendeta menjelaskan mengenai takbir mimpi yang dialami Abu Bakar. Dia berkata : “Akan datang di masamu seorang laki-laki dari Bani Hasyim. Dia bernama Muhammad yang mendapat gelar Al-Amin. Dia berasal dari kabilah Hasyim yang menjadi Nabi akhir zaman. Andaikan bukan karena dia, Allah SWT tidak akan menciptakan langit dan bumi serta apa yang ada di antara keduanya, juga tidak akan menciptakan Nabi Adam dan tidak pula menciptakan para Nabi dan Rasul yang lain. Dia adalah pemimpin para Nabi dan para Rasul, sekaligus sebagai penutup para Nabi dan Rasul.

Sedangkan engkau akan masuk ke dalam Islam, agama yang dibawanya, dan akan menjadi teman setianya. Kamu akan menjadi khalifah sebagai pengganti setelah kewafatannya. Inilah takbir dari peristiwa mimpi yang kamu alami.”
Selanjutnya pendeta itu berkata : “Aku menjumpai keterangan dan sifat-sifat Nabi penutup itu di dalam kitab suci Taurat, Injil, dan Zabur. Sesungguhnya aku telah menyerahkan diri masuk ke dalam Islam yang dibawanya. Tetapi aku menyembunyikan keislamanku karena takut ancaman orang-orang Nasrani.

Setelah Abu Bakar mendengar penjelasan dari pendeta tersebut mengenai sifat-sifat Nabi SaW, hatinya menjadi melunak dan terenyuh. Besar harapannya untuk segera datang ke kota Mekkah dan mengunjunginya. Rasanya dia tidak sabr menahan kerinduan untuk segera berjumpa dan bertemu secara langsung sosok paripurna yang dia dambakan setiap detak waktu.

Waktu terus melaju begitu cepat, dalam rentang waktu yang cukup lama. Akhirnya pada suatu hari Rasulullah SAW bersabda : “Wahai Abu Bakar, setiap hari engkau mendatangiku dan duduk bersamaku, tetapi mengapa engkau belum juga masuk Islam ?”. Abu Bakar menjawab : “Jika anda benar seorang Nabi tentulah engkau mempunyai mukjizat yang mengagumkan.” Lalu Nabi SAW bersabda : “Apakah belum cukup bagimu mukjizat yang telah engkau saksikan ketika kamu berada di negeri Syam, lalu pendeta Nasrani itu memberikan penjelasan dan takbirnya ? Bahkan bukankah dia juga menyatakan masuk ke dalam Islam yang saya bawa. ?”

Mendengar jawaban Nabi SAW itu tanpa reserfe Abu Bakar memeluk Nabi SAW dengan penuh keyakinan ia mengucapkan kesaksian (syahadat) : Asyhadu an laa ilaha illallaah, wa annaka rasulullah (Saya bersaksi bahwa tidak ada tuhan selain Allah, dan sungguh engkau adalah Rasulullah.”) maka jadilah ia sebagai orang Islam yang baik dan setia.


Muallaf dan Setalam Emas

Pada zaman Malik bin Dinar, terdapat dua orang bersaudara pengikut setia agama Majusi. Salah seorang dari keduanya telah menyembah api selama tiga puluh tiga tahun, sementara yang lainnya menyembah api selama tiga puluh lima tahun. Yang kecil dari dua bersaudara itu berkata pada kakaknya : “Kemarilah kanda, mari kita melakukan uji coba terhadap api yang telah kita sembah bertahun-tahun lamanya, apakah api ini memuliakan (tidak membakar) kita ataukah masih tetap membakar kita, sebagaimana ia membakar orang-orang yang tidak menyembahnya. Jika ternyata api ini memuliakan kita, maka kita akan tetap menyembahnya. Jika tidak, maka kita tidak usah menyembahnya lagi.

Sang kakak menjawab : “Ya baiklah”. Lalu keduanya menyalakan api. Sang adik berkata pada kakaknya : “Apakah engkau yang lebih dulu memasukkan tangan ke dalam nyala api ini ataukah aku ?”. Kakaknya menjawab : “Engkaulah yang lebih dulu melakukannya.” Lalu sang adik memasukkan tangannya ke dalam api. Api itu langsung melahap dan membakar jari jemarinya. Langsung ia menjerit kesakitan dan segera mencabut tangannya dari nyala api itu. Sambil mengerang kesakitan ia berkata : “Wahai api, aku telah menyembahmu selama tiga puluh lima tahun lamanya, tetapi engkau masiih menyakiti dan membakar jari-jemariku.”

Selanjutnya ia berkata : “Wahai kanda, mari kita tinggalkan menyembahnya dan hanya menyembah Tuhan Yang Maha Esa. Seandainya, sekalipun kita berdosa dan meninggalkan perintah-Nya selama lima puluh tahun misalnya, Dia akan tetap mengampuni dosa-dosa kita bila kita melakukan kebaktian dan menyembah-Nya serta memohon ampun walau sekali saja. Karena dia adalah Maha Pengampun lagi Maha Penerima Tobat.”

Saudara tua itu menyetujui ide adiknya. Lalu ia berkata : “Kalau begitu, marilah kita mencari orang yang dapat menunjukkan pada jalan yang lurus dan mengajari kita tentang agama Islam.”
Akhirnya kedua saudara itu sepakat untuk pergi kepada Malik bin Dinar agar sudi ia mengajari mereka tentang Islam. Lalu keduanya pergi menuju Malik bin Dinar. Keduanya bertemu Malik bin Dinar di kota Bashrah sedang duduk di tengah-tengah jama’ah memberikan pengajaran dan nasehat.
Ketika pandangan keduanya tertuju pada Malik bin Dinar, saudara tertua berkata pada adiknya : “Pendirianku berubah, aku tidak jadi masuk Islam. Karena sebagian besar usiaku telah aku habiskan untuk menyembah api. Seandainya aku masuk Islam mengikuti agama Muhammad SAW, maka keluarga dan tetangga-tetanggaku akan menghinaku. Biarlah aku nanti dibakar di dalam neraka daripada dihina mereka.”

Sang adik berkata : “Jangan kau lakukan hal it, karena hinaan mereka akan hilang seiring berjalannya waktu, sedangkan siksaan neraka bersifat abadi dan terus-menerus, tidak pernah surut apalagi punah. Tetapi apa boleh dikata, nasehat adiknya bagaikan angin lalu, tak dapat merubah merubah pendiriannya. Sang adik berkata : “Engkau dengan keputusan yang engkau ambil itu, menjadikanmu sebagai orang yang celaka dan putra orang yang celaka, di dunia dan akhirat.” Saudara tuanya tetap pada pendiriannya, tidak jadi masuk Islam dan kembali pulang.

Tinggallah sang adik bersama keluarga, anak-anak dan istrinya datang dan masuk ke dalam majelis Malik bin Dinar. Mereka duduk sampai Malik bin Dinar selesai memberikan ceramah dan nasehatnya. Kemudian pemuda itu –yang tak lain adalah adik dari pemuda yang tak jadi masuk Islam- bangkit menghadap Malik bin Dinar dan menceritakan kisah yang dialami bersama kakaknya. Selanjutnya ia meminta pada Malik bin Dinar untuk mengajarkan Islam secara benar dan mendalam kepada diri dan keluarganya.

Maka Malik bin Dinar menjelaskan kepada mereka tentang Islam yang sebenarnya, hingga mereka dengan sadar dan penuh keyakinan masuk Islam. Sementara para jama’ah yang menyaksikan menangis merasa haru bercampur dengan gembira. Ketika pemuda tersebut memohon diri untuk pulang, Malik bin Dinar berkata kepadanya : “Duduklah, tunggu sebentar, biar aku kumpulkan untukmu sedikit harta benda.” Pemuda itu berkata : “Aku tidak menjual agama dengan harta benda.”
Kemudian dia pergi meninggalkan majelis menuju hutan. Di dalam hutan itu ia menemukan sebuah rumah kecil yang tak berpenghuni, maka ia dan keluarganya menempati rumah itu.

Ketika datang waktu pagi, sang istri berkata padanya : “Pergilah ke pasar dan carilah pekerjaan, bila engkau mendapatkan upah, belilah apa yang bisa kita makan.” Kemudian dia berangkat ke pasaar untuk mencari pekerjaan. Namun tak seorang pun yang memeberinya pekerjaan, tidak pula ada yang memanfaatkan jasa dan tenaganya, hingga ia tidak mendapatkan upah apapun. Dalam hatinya ia berkata : “Jika begini keadaannya lebih baik aku bekerja dengan beribadah kepada Allah saja. Lalu ia masuk ke dalam mesjid dan shalat di dalamnya hingga malam tiba. Kemudian dia pulang ke rumahnya dengan tangan hampa tak membawa makanan apapun. Sang istri bertanya : “Apakah engkau tidak mendapatkan apapun hari ini ?” Dia menjawab : “Aku telah bekerja atau beramal untuk sang Raja hari ini. Tetapi Dia belum memberiku upah.” Maka dia dan keluarganya melewati malam itu dalam keadaan lapar.

Setelah pagi tiba, tiba waktunya dia bergegas ke pasar mencari pekerjaan dengan harapan semoga mendapatkan rezeki untuk nafkah istri dan anaknya yang sedang kelaparan. Seharian ia ke sana ke mari mencari rezeki demi anak dan istrinya, tetapi untuk membeli sesuap nasi pun ia tidak mendapatkannya. Akhirnya dia putuskan untuk bekerja demi Sang Raja di dalam Masjid. Dia shalat di dalamnya karena Allah SWT sampai malam. Kemudian dia pulang ke rumahnya dengan tangan hampa, tak membawa sedikitpun makanan. Sesampai di rumah, sang istri bertanya : “Apakah engkau juga tidak mendapatkan sesuatu pada hari ini ?”. “Aku telah bekerja pada Sang Raja sebagaimana yang aku lakukan kemarin. Hari ini aku belum mendapatkan upah, semoga esok hari aku mendapatkannya.” Jawabnya meyakinkan sang istri. Karena tidak memiliki sedikitpun makanan, maka mereka melewati malam hari Jum’at itu dalam keadaan lapar.

Ketika pagi Jum’at tiba, laki-laki itu segera berangkat pergi ke pasar. Setelah ke sana-ke mari mancari pekerjaan tidak mendapatkannya, maka ia beranjak menuju ke masjid, sebagaimana yang ia lakukan pada hari sebelumnya.

Sesampainya di dalam masjid dia shalat dua rakaat, kemudian mengangkat tangannya ke langit seraya berkata : “Ya Ilahi, Tuhanku Engkau Sang Pelindung Yang Maha Pemurah lagi Maha Penyayang, Engkau telah memuliakan aku dengan Islam, memakaikan mahkota Islam dan memberikan hidayah keagungan kepadaku, dan dengan kemulian hari yang penuh berkah ini, yang memiliki yang agung di sisi-Mu, yaitu hari Jum’at. Aku memohon kepadamu, angkat dan usirlah kesibukan akan urusan nafkah keluargaku dari ruang hatiku, anugerahkanlah kepada kami rizki yang datang dari arah yang tidak terduga-duga. Ya Allah Ya Tuhan kami, sungguh aku malu pada keluarga, istri dan anak-anakku, aku khawatir akan keberadaan dan pendirian mereka menjadi berubah karena mereka masih baru masuk Islam lemah iman (muallaf). Lagi pada mereka terjadi perubahan keadaan karena mereka baru memeluk Islam.”

Setelah mengetuk pintu ijabah, lalu ia berdiri melanjutkan shalat dengan penuh khusyu’, tawadhu’ dan tadharru’, hingga tiba waktu shalat Jum’at. Sementara keluarga, istri, dan anaknya di rumah mendera kelaparan yang luar biasa, karena sudah beberapa hari tidak makan. Di saat yang amat menegangkan dan kritis itu, tiba-tiba datang seorang lelaki yang mengetuk pintu rumah. Dengan menahan kelaparan sang istri beranjak menuju pintu lalu membukanya. Ternyata si pengetuk pintu itu ialah seorang pemuda yang berwajah tanpan dan rupawan, di tangannya memegang talam penuh dengan emas yang ditutupi sapu tangan yang berwarna keemasan. Lalu menyodorkan kepada wanita itu, seraya berkata : “Terimalah talam berisi emas ini ! katakan kepadanya ini adalah upah pekerjaannya selama dua hari. Katakan kepadanya hendaklah ia bekerja lebih baik pada sang Raja, maka Dia akan melipatgandakan upah baginya. Pada hari ini, hari Jum’at pelipatgandaan upah bagi pekerja demi mengabdi pada sang Raja Yang Maha Kuasa lagi Maha Perkasa begitu besar. “Wanita itu terpaku, terbelalak hampir tak percaya, tetapi akhirnya dia terima juga talam yang berisi emas itu. Dan ternyata setelah ia buka talam itu berisi seribu dinar.

Lalu wanita itu mengambilnya satu dinar dan membawanya kepada tukang emas, yang tidak lain adalah orang Nasrani. Si tukang emas itu lalu menimbangnya. Ternyata beratnya bertambah dari satu mistqal ke dua mistqal. Ketika ia memperhatikan bentuk dinar itu, ia baru tahu bahwa dinar itu bukan barang sembarangan. Tetapi merupakan hadiah dari akhirat. Maka ia bertanya pada wanita itu : “Dari mana kau dapatkan barang yang sangat berharga ini ?”. Lalu si wanita itupun menceritakan peristiwa yang ia alami bersama suami dan anak-anaknya.

Tukang emas tersebut berkata : “Jelaskan dan ajarilah kami tentang Islam.” Akhirnya dia masuk Islam. Kepada wanita itu ia memberinya seribu dinar dan berkata : “Ambillah dan pergunakanlah uang ini, jika telah habis maka beritahukan kepadaku, aku akan menambahnya lagi.

Ketika sang suami selesai shalat Jum’at, dia bermaksud ingin kembali pulang ke rumah. Karena harapan mengais rezeki tidak mendapatkan apa-apa, maka daripada pulang dengan tangan hampa, ia membuka sapu tangan dan mengisinya dengan tanah. Dalam hatinya ia berkata : “Andaikan istriku nanti bertanya, apa yang kau bawa itu ? maka aku akan menjawab ini adalah tepung makanan.”

Sesampainya di rumah dia melihat hamparan permadani terbentang menyambutnya dan bau hidangan makanan yang mengundang selera. Melihat pemandangan itu, ia merasa heran dan hampir tak percaya, maka ia letakkan sapu tangan yang berisi tanah itu di samping pintu agar istrinya tidak mengetahui.

Kemudian dia menjumpai istrinya dan bertanya mengenai keadaan apa yang sesungguhnya terjadi. Sang istri lalu menceritakan peristiwa yang dialaminya. Seketika sang suami bersujud memuji syukur kepada Allah SWT.

Sang istri lalu bertanya : “Apa yang kau bawa dalam sapu tangan itu ?”. Dia menjawab : “Sudahlah ! jangan kau tanyakan itu.” Sang istri beranjak menuju sapu tangan yang tergeletak di samping itu, lalu ia mengambil dan membukanya. Ternyata dengan izin Allah SWT tanah tersebut berubah menjadi tepung. Kekaguman dan keharuan bertambah menyelimuti sang suami, lalu langsung ia bersujud kembali, memuji syukur kepada Allah SWT. Hari –hari selanjutnya ia lalui bersama keluarganya dengan penghambaan dan penuh pengabdian serta kebaktian kepada Allah SWT hingga akhir hayatnya.

Malik bin Dinar berkata : “Angkatalah tangan Anda ke langit, dan katakan “ Bihurmatil jum’ati ighfir lanaa dzunuubanaa waksyif ‘anna” (dengan kemuliaan hari Jum’at ampunilah dosa-dosa kami dan hilangkanlah kesulitan-kesulitan kami).

Pemuda tersebut telah membuktikan, dia benar-benar berdoa dan memohon kepada Allah SWT dengan hak dan kemuliaan hari Jum’at, akhirnya Allah SWT memenuhi kebutuhannya dan memberinya rezeki dari arah yang tak pernah ia duga. Maka demikian pula bagi kita, jika kita berdoa kepada Allah pada hari Jum’at dengan sungguh-sungguh dan penuh keyakinan. Semoga Allah SWT mengabulkan hajat dan memenuhi kebutuhan-kebutuhan kita. Karena Dia Tuhan Yang Maha Pengasih Lagi Maha Penyayang.


LihatTutupKomentar