Setelah berperang selama empat puluh tahun, kedudukan pasukan Aceh mulai terdesak. Keluarga Sultan Aceh dapat ditawan Belanda dan dijadikan sandera. Sementara itu, tekanan-tekanan pasukan musuh makin gencar. Sultan Alaudin Muhammad Daud Syah terpaksa menyerah kepada Belanda dengan upacara penyerahan pada tanggal 20 Januari 1903. Kurang lebih sembilan bulan kemudian Panglima Polim bersama 150 prajuritnya menyerah diri. Penyerahan para petinggi itu memang menurunkan semangat juang pasukan perlawanan. Namun demikian, perlawanan rakyat belum padam. Salah satu perlawanan yang masih berkobar datang dari pasukan Cut Meutia beserta suaminya dan pasukannya.
Cut Meutia dilahirkan di Perlak, Aceh pada tahun 1870. Masa kecil dan remajanya diliputi suasana peperangan antara Aceh dengan Belanda yang berkepanjangan. Suasana perang itu membentuk pribadinya menjadi pejuang Perjuangannya didukung oleh suaminya Teuku Cik Tunong. Suami istri itu mengadakan perang gerilya dan penyergapan terhadap patroli Belanda. Meskipun beberapa pemimpin tertangkap dan ada ajakan untuk berdamai dari Belanda namun para pejuang itu pantang mundur.
Kesulitan besar dihadapi Cut Meutia ketika pada bulan Mei 1905 Teuku Cik Tunong ditangkap Belanda dan dijatuhi hukuman mati. Kematian suaminya tidak membuatnya jera untuk terus berjuang, la mengikuti pesan suaminya, Cik Tunong, untuk menikah lagi dengan teman akrab suaminya. Pang Nangru. Bersama suaminya yang baru itu, ia meneruskan perjuangan. Mereka mengadakan penyergapan-penyergapan terhadap patroli Belanda. Dalam pertempuran sengit di Paya Cicem, pada tanggal 26 September 1910 Pang Nangru, suaminya, terbunuh tetapi Cut Meutia dapat meloloskan diri, la dengan pasukan berkekuatan 45 orang dengan 13 pucuk senjata melanjutkan perjuangan. Anaknya yang berumur sebelas tahun dan
bernama Raja Sabil mengikuti ibunya dalam berbagai medan pertempuran. Karena kekuatan pasukan tidak seimbang lagi maka pasukan Cut Meutia berpindah-pindah dari suatu daerah ke daerah lain. Melihat kondisi fisik pasukan yang memprihatinkan, beberapa kerabat dan keluarganya menyarankan agar Cut Meutia menyerahkan diri dan mohon pengampunan. Anjuran itu ditolaknya mentah-mentah
Pada suatu saat tempat persembunyian pasukannya diketahui pihak musuh. Belanda mengadakan pengepungan basis pasukannya tetapi tidak membuat Cut Meutia menyerah. Pertempuran sengit dengan tentara Belanda terjadi, tokoh wanita itu tertembak kakinya. Pasukan Belanda memerintahkan para pejuang untuk menyerah tetapi tidak dihiraukan Cut Meutia. Sebaliknya, Cut Meutia menghunus pedangnya dan dengan sengit menyerang tentara Belanda di hadapannya. Korban di pihak tentara Belanda pun berjatuhan tetapi beberapa butir peluru yang bersarang di tubuhnya menyebabkan pejuang wanita itu roboh dan gugur.