Christina masih sangat muda ketika perjuangan Kapitan Pattimura mengusir penjajah Belanda sedang berkobar. Sebagai seorang anak raja, ia sangat memahami penderitaan rakyat dan harapan masyarakat kepadanya. Ayahnya adalah raja Abubu yang sudah tua. Karena usianya yang sudah lanjut, Raja Paulus Tiahahu menarik diri dari pemerintahan dan digantikan oleh Patih Manusama. Karena pengaruhnya yang besar di kalangan rakyat, Paulus Tiahahu diangkat menjadi kapitan pasukan Nusalaut. Ia tidak tinggal diam dengan keterlibatan ayahnya dengan gelar Kapitan Paulus Tiahahu. Christina dengan dalam usaha mengusir Belanda dari tanah airnya.
Benteng Belanda, Duurstede, berhasil direbut oleh pasukan perjuangan pada tanggal 17 Mei 1817, disusul dengan jatuhnya Benteng Beerdijk Pasukan Belanda yang ada di kedua benteng itu dapat dibinasakan seluruhnya. Usaha pasukan Belanda dengan mengerahkan kapal Zwaluw untuk merebut benteng itu tidak berhasil. Himbauan Lak-samana Muda Buyskes, lewat surat yang dibacakan oleh dua orang raja Maluku tidak berhasil mempengaruhi rakyat. Kapitan Paulus dan putrinya dengan gigih memper-tahankan Benteng Beverdijk. Sorak-sorai pasukan yang bercakalele, teriakan perang yang mengudara dan menyebabkan bulu kuduk berdiri. Di tengah pasukan itu, seorang gadis remaja berambut panjang berikat kain merah mendampingi ayahnya. Ia memberi semangat pasukan Nusalaut untuk terus bertahan.
Usaha Belanda yang terakhir adalah melakukan tipu muslihat dengan memperalat seorang guru bernama Sosalisa. Ia memasuki benteng dengan mengatasnamakan semua raja di Nusalaut, ia menyatakan bahwa para raja telah sepakat untuk berdamai dengan Belanda. Tipu muslihat ini berhasil pada tanggal 10 November 1817 Belanda dapat memasuki benteng Belanda kemudian mengadakan penangkapan-penangkapan, di antaranya adalah Kapitan Paulus dan putrinya. Raja Paulus segera dijatuhi hukuman mati. Raja Abubu itu dipenggal kepalanya dan tubuhnya dihujani peluru sampai mati.
Setelah ayahnya dihukum mati, Christi diserahkan dalam asuhan guru Sosalisa setelah dibebaskan dari tahanan di Benteng Duurstede. Tanpa air mata yang menitik, ia melangkah keluar. Puteri raja itu tidak sudi tinggal di rumah pengkhianat Sosalisa dan memilih tinggal di hutan untuk meneruskan perjuangan. Ia berusaha mengumpulkan pasukan ayahnya yang masih tersisa namun sebelum maksudnya tercapai ia tertangkap.
Pemerintah Belanda menjatuhkan hukuman pembuangan dan kerja paksa di perkebunan kopi. Di atas kapal yang mengangkutnya ke Pulau Jawa, ia bungkam seribu bahasa dan mogok makan dan minum. Obat yang disodorkan, ditolak sehingga ia jatuh sakit dan tumbuhnya makin melemah. Pada tanggal 1 Januari menjelang tanggal 2 tahun 1818, ia menutup mata untuk selama-lamanya. Tubuh pahlawan wanita itu dikuburkan dengan dibuang ke laut antara Pulau Buru dan Pulau Tiga.la diangkat sebagai Pahlawan Kemerdekaan Indonesia pada tahun 1969.